"Nahnu Rijaal wa Hum Rijaal" jika diterjemahkan menjadi "Kami laki-laki, dan Mereka juga laki-laki"
Kalimat ini banyak sekali kita dengar di kalangan penuntut ilmu syari'ah baik yang baru belajar atau juga yang memang sedang fokus belajar sebagai mahasiswa syari'ah. Sebagai mahasiswa dan pelajar bukan ulama!
Sayangnya kalimat ini menjadi sangat buruk nilainya, karena mereka yang belum banyak ilmu, mereka yang asih bersetatus pelajar, mereka yang hanya bertemu materi agama beberapa kali dalam sepekan justru sudah berani mengatakan demikian untuk menantang pendapat ualam-ulama salaf dari kalangan imam dan mujtahid fiqih yang masyhur.
Ketika mereka punya pendapat (entah dari mana dapatnya) berbeda dengan pendapat yang sudah dikenal oleh para ulama madzhab fiqih yang masyhur, dengan pongah mereka mengatakan: "Nahnu Rijaal wa Hum Rijaal" ("Kami laki-laki, Mereka juga laki-laki"). Bisa diartikan bahwa mereka berkata: "Mereka punya ilmu, kami juga punya. Mereka boleh berpendapat, kami juga".
Punya Imam Abu Hanifah
Padahal sejatinya, perkataan "Nahnu Rijaal wa Hum Rijaal" ("Kami laki-laki, Mereka juga laki-laki") adalah perkataannya Imam Abu Hanifah al-Nu'man, yang beliau katakan kepada tabi'in yaitu mereka yang hidup sezaman dengan Abu Hanifah. Kalimat lengkapnya seperti ini:
مَا جَاءَنَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم قَبِلْنَاهُ عَلَى الرَّأْسِ وَالْعَيْنَيْنِ وَمَا جَاءَنَا عَنْ أَصْحَابِهِ رَحِمَهُمُ اللَّهُ اخْتَرْنَا مِنْهُ وَلَمْ نَخْرُجْ عَنْ قَوْلِهِمْ وَمَا جَاءَنَا عَنِ التَّابِعِينَ فَهُمْ رِجَالٌ وَنَحْنُ رِجَالٌ
"Apa yang datang dari Rasulullah saw maka pasti kami terima tanpa menolak, dan apa yang datang dari para sahabat, maka kami memilihnya. Dan apa yang dari datang dari Tabi'in, maka mereka laki-laki dan kami laki-laki!"
Ini disebutkan oleh Imam Ibnu Abdil Barr (463 H) dalam kitabnya "Al-Intiqo' fi Fadhoil Al-Tsalastah Al-Aimmah Al-Fuqoha'" hal, 144. Sebagaimana juga disebutkan oleh Imam Al-Zahabi (748 H) dalam kitabnya yang masyhur "Siyar A'laam Al-Nubala". Dan juga disebutkan oleh ulama-ulama lain dalam kitab-kitab tarikh (sejarah) mereka.
Maksudnya jelas, Imam Abu Hanifah yang lahir tahun 80 Hijriyyah, dan wafat tahun 150 Hijriyah ini mengatakan kepada para tabi'in karena memang beliau hidup di masa tabi'in, masa terbaik umat Islam setelah masa sahabat Ridhwanullah 'alaihim.
Beliau mengatakan kalau memang itu datang dari Nabi saw dengan sanad yang kuat, maka tidak ada alasan kami untuk menolak, akan tetapi kalau itu datang dari sahabat, kita akan memilih pendapat dari sahabat mana yang kami terima tanpa menolak sahabat yang lain. Dan jika itu datang dari tabi'in yang sezaman dengan kami, ya kami punya ilmu mereka pun demikian.
Imam Abu Hanifah pantas saja mengatakan demikian, karena memang beliau seorang ilmuan besar, seorang mujtahid mutlak yang tidak perlu mengekor kepada siapapun. Beliau seorang ulama yang tidak ada meragukan kapasitasnya, dan semua orang sejagad ini menerima ijtihadnya dan seluruh pendapat madzhabnya, bahkan masih diamalkan sampai sekarang.
Dan yang perlu dikehui bahwa 3 imam Madzhab setelahnya; Imam Malik, Imam Syafi'I, Imam Ahmad bin Hanbal, mereka semua pernah mengeyam pendidikan fiqih yang diajarkan oleh Imam Abu Hanifah.
"Nahnu Rijaal wa Hum Rijaal"
Lalu tiba-tiba ada segerombolan anak-anak yang baru saja keluar dari majlis ta'lim yang juga baru dimasukinya majlis ta'lim itu 2 jam sebelumnya, dan langsung mengeluarkan sebuah hukum masalah yang menyelisih pendapat para Imam 4 Madzhab, lalu dengan pongah mereka berkata: "Nahnu Rijaal wa Hum Rijaal" ("Kami laki, mereka juga lelaki!")lalu siapa mereka?!!!
Bahkan mereka juga menyelisih pendapat Imam yang qoul-nya mereka pakai, yaitu Imam Abu Hanifah tersebut, tanpa mau menerima adanya perbedaan pendapat. Dan mengatakan bahwa:
"Yang Benar itu begini, sebagaimana yang kami lakukan, ini yang diajarkan oleh Nabi. Jangan terlalu mengikuti pendapat Imam Madzhab, mereka manusia, bisa salah. Kita itu harus mengikuti Nabi dan para sahabat!".
Apakah sebegitu bodohnya para Imam Madzhab sehingga kebenaran tidak bisa mereka temukan dan baru bisa ditemukan pada anak-anak bau kencur yang baru belajar kamarin sore? Dengan dalih mengikuti Al-Quran dan Sunnah mereka mencela pendapat Imam Madzhab yang menurut pandangan mereka yang masih amat sangat minim ilmu itu menyelisih sunnah.
Lalu memangnya para Imam itu menyelisih dan memusuhi Al-Quran dan sunnah? Bukankah mereka punggawa-punggawa dakwah yang dengan kegigihannya menjaga pemahaman Al-Quran dan Sunnah?
Kalau dikatakan mereka para 4 Imam madzhab manusia yang memang mungkin saja bisa salah, lalu apalagi mereka yang hanya belajar syariah di hari libur; sabtu dan ahad? (karena hari normal mereka bekerja dengan kegiatan masing-masing di kantor dan di toko-toko mereka yang sama sekali tidak pernah menyentuh kitab-kitab syariah, hanya hari libur kesempatan mereka belajar syariah)
Padahal para imam madzhab bukan hanya hari libur memegang dan meniliti hukum syariah, tapi ya itu memang bagian dari kehidupan mereka. Dan memang tugas mereka meneliti itu. Tidak ada satu haru pun mereka lewati kecuali mereka bergumul dengan dalil dan berijtihad mencari solusi sebuah hukum masalah. Bukan hanya sabtu ahad.
Dan sayangnya, keadaan menjadi lebih parah ketika kita mendapati bahwa mereka; anak-anak yang belajar baru kemarin sore ini bisa bersikap seperti ini karena ajaran guru-guru mereka di majlis sabtu dan ahab itu.
"ya ikhwah, Allah dan rasul tidak pernah menuntut kita untuk mengikuti pendapat-pendapat imam mazdhab atau siapapun. Kita hanya dituntut untuk mengikuti al-quran dan sunnah! Biarkan mereka berpendapat, yang penting kita tetap dalam manhaj salaf yang sesuai dengan al-quran dan sunnah!"begitu kiranya kata-kata yang keluar dari sang "ustadz" mereka. Dimana adab mereka terhadap ulama???
Apa mereka pikir para Imam itu tidak mengerti Al-Quran dan Sunnah padahal mereka, para imam hidup di zaman kecemerlangan dunia keilmuan Islam, sedangkan para anak-anak ini hidup dimana?
Apakah mereka pikir bisa memahami Al-Quran dan sunnah dengan benar dan lurus tanpa adanya bantuan dari ulama-ulama seperti 4 Imam madzhab ini. Kalau bukan dari mereka, lewat jalur mana kita bisa mamahami Al-Quran dan Sunnah suci ini?
Dan lebih disayangkan lagi, anak-anak kemarin sore ini berani menyelisih pendapat para Imam bukan karena mereka mengerti dalil, bukan! Bukan juga karena mereka mengerti bagaimana cara ber-Istidlal dan metode Istimbath hukum yang benar. Bukan karena itu semua, toh mereka mubtada' khobar pun tidak mengerti.
Semua karena didasari hawa nafsu dan pemahaman yang keliru tentang bagaimana seharusnya sebuah hukum itu bisa disimpulkan dari sebuah dalil yang rinci yang memang sejatinya itu ranah para ulama fiqih.
Seandainya mereka tahu dan mengerti, pastilah mereka tidak akan merasa dan berkampanye bahwa pendapat mereka yang paling mengikuti Al-Quran dan sunnah, dan pendapat yang lain salah. Orang yang paham syariah tidak akan berpendapat seperti ini.
wallahu A'lam
oleh: Ahmad Zarkasih, Lc
0 comments :
Post a Comment