Ini yang buruk, beberapa kawan jika mendapati orang lain beramal sesuai madzhab, tapi -menurut pemahamannya yang lemah- itu menyelisih hadist Nabi, ia langsung mengumpat:
"ente mau ikut hadist Nabi apa ikut ulama madzhab? Siapa yang pantas diikuti?"
Umpatan seperti ini jelas merendahkan derajat seorang ulama yang punya kapasitas tinggi sebagai orang yang mengerti syari'ah. Ini seperti menuduh ikan tidak bisa berenang. Apa mereka kira ulama madzhab itu tidak mnegerti hadist?
Bagaimana bisa seorang Imam Madzhab tidak mengerti hadist? Toh untuk jadi seperti itu (Imam Madzhab) tidak mungkin kecuali mereka hafal lebih dari ratusan ribu hadsit dengan dilalah Manthuq dan Mafhum-nya pula. Karena seorang mujtahid, pastilah ia seorang muhaddist (ahli hadist).
Jelas ini penginaan yang nyata dari seorang yang bodoh syari'ah -yang hanya mengaji sabtu ahad- kepada ulama madzhab yang kapasitasnya jauh di atas mereka semua. mengerti ayat Qur'an beserta madlul-nya, paham hadist beserta mafahum-nya, dan paling mengerti bahasa arab beserta qaidah-qaidahnya.
Kita memang wajib mengikuti Nabi, tapi lewat jalur mana kita memahaminya? Apa mampu otak yang lemah ini memahami segitu banyak hadist? sedangkan bahasa arab baru bisa, ana-anta-akhi-ukhti?
ditulis oleh: Ustadz Ahmad Zarkasih, Lc
ditulis oleh: Ustadz Ahmad Zarkasih, Lc
0 comments :
Post a Comment