foto: Syeikh Muhammad Said Ramadhan alButhi. |
Selain itu, banyak juga mazhab lain yang tidak
sampai pada kita secara lengkap, hanya beberapa pendapat Pendirinya saja
yang tersebar di dalam buku-buku Fiqih Ensiklopedi, seperti Bidayatul
Mujtahid, Majmu, Mughni, Badai Shanai dan buku-buku Hadis. Kenapa?
Karena pengikut mazhab tersebut atau pendirinya tidak meninggalkan
tulisan ataupun ada, namun telah musnah dan tidak sampai pada kita.
Sehingga yang banyak dipakai adalah 4 mazhab, karena 4 mazhab itu yang
paling banyak dikaji dan memiliki banyak warisan buku serta pemikiran
ulama-ulamanya.
Contoh mazhab yang tidak sampai pada kita, namun
suatu ketika pada zaman dulu pernah menjadi mazhab Negara, seperti
Mazhab Imam Auzai yang pernah dipakai di Negeri Sham selama
bertahun-tahun. Mazhab Dhahiri, yang pernah menjadi Mazhab resmi di
Andalusia selama bertahun-tahun. Dan lainnya seperti mazhab Imam Laits
bin Saad, imam Ibnu Abi Layla, Imam Abu Thor, Imam Sofyan Thaury. Namun
sayang, tidak terkodifikasi.
Pertanyaannya, apakah kita boleh
mengikuti pendapat salah satu Imam yang tidak dikodifikasi
pendapat-pendapatnya seperti mazhab lain?
Sebenarnya, Ulama-ulama
tersebut tidak lebih kurang kemampuannya dari Ulama pendiri mazhab 4
yang kita kenal sekarang, apabila kita menemukan pendapat salah satu
Imam tersebut di dalam buku-buku di atas, maka apabila bisa dipastikan
pendapat tersebut adalah benar mereka yang katakan, ya sah-sah saja kita
mengikutinya. Bagaimana tidak, Imam Auzai itu dikenal sebagai Imam Ahlu
Sham, Imam Lits bin Saad dikenal sebagai Imam Diyar Masriyyah.
Terus, ada pertanyaan lagi, apakah kita wajib mengikuti mazhab itu? bukankah kita wajib ikut KItab dan Sunnah?
Benar, kita wajib mengambil Syariah Allah dari Kitab Allah dan Sunnah
Rasulullah, ini adalah hukum dasar. Namun, dalam prakteknya, apabila
seorang muslim tidak sempat belajar Quran dan Hadis, tidak sempat
mempelajari cara memahami dan konklusi Hukum daari Kitab dan Sunnah,
maka muslim tersebut tergolong dalam Firman Allah dalam surah Al Nahl
ayat 43…” Maka bertanyalah kepada “ahlu zikri” apabila kamu tidak
mengetahui”. Semua ahli Tafsir sepakat bahwa Ahlu Zikri itu adalah Ulama
atau Ahli dalam bidangnya.
Misalnya seorang Muslim, kerjanya
sehari-hari bertani, tidak sempat belajar detail Kitab dan Sunnah,
bahkan mungkin membaca Quran saja tidak bisa, bagaimana mungkin kita
suruh dia untuk mengambil Hukum Syariah untuk Ibadah dan Muamalahnya
langsung dari Kitab dan Sunnah!
Ada 4 mazhab yang sampai ke kita
dengan lengkap, apakah ada beda antara satu mazhab dengan yang lain?
Jawaban singkat Imam Bushiry “Semua mazhab itu menimba dari
Rasulullah…”.
Kalau kita mengikuti sebuah mazhab, apakah harus
mengikuti mazhab itu sampai kita mati? Atau bisa pindah ke mazhab kedua?
Ketiga?
Jawabannya, Kalau mau mengikuti salah satunya silahkan,
kalau mau pindah-pindah juga silahkan, karena mereka semua termasuk
“ahlu zikri” yang disebut dalam surat Al Nahl ayat 43. Seperti halnya
para Sahabat Rasulullah, terkadang mengikuti Sahabat Ibnu Abbas hari
ini, besok mengikuti sahabat Zaid bin Tsabit, dan seterusnya.
Kalau kita di Indonesia, mungkin lazimnya bermazhab Syafii, namun suatu
ketika saya terpaksa mengikuti pendapat Imam Hanafi atau Imam Malik,
apakah boleh demikian?
Sekali lagi boleh, dengan syarat kita
mengetahui pendapat mazhab yang kita ikuti, sehingga tidak
mencampuradukkan pendapat para Ulama Mazhab dalam sebuah kasus yang pada
akhirnya amalan yang kita lakukan menajdi sebuah amalan baru, dimana
ketika dikaji ulang, ternyata tidak satu mazhabpun mengatakan demikian.
Seorang laki-laki sakit, dia pergi ke dokter, dan dokterpun memeriksa
penyakitnya, kemudian memberikan obat untuk diminum 3 kali sehari.
Kemudian, dia pergi ke dokter lain dengan keluhan lain, dokter keduapun
memeriksa dan memberikan obat lainnya. Sampai di rumah, laki-laki itu
mencampur semua obat dari kedua dokter dan meminumnya sekalian. Dengan
tindakannya itu, otomatis dia tidak mengikuti dokter pertama, tidak juga
dokter kedua. Inilah yang namanya Talfiq yang dilarang.
(Majelis ke-28 Tarikh Tasyri di Masjid Iman oleh Sheikh Buty Rahimahullah)
Syukron
ReplyDelete