ASY'ARIYYAH AW MATURUDIYYAH DALAM I'TIQOD | SALAH SATU DARIPADA EMPAT MADZHAB DALAM FIQIH | BERTARIQAT DALAM TASAWUF

Monday, August 24, 2015

Tarikh Tasyri: Cara Bermadzhab dalam Menjalankan Syari'at Islam

foto: Syeikh Muhammad Said Ramadhan alButhi.
Kalau berbicara tentang Mazhab Fiqih, yang saat ini masih dipakai ada beberapa, antara lain 4 mazhab fiqh Sunni (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali), beberapa mazhab fiqih Ibadhiyah (Sisa Khawarij, ada di Oman, Maroko, Aljazair), Mazhab fiqih Syiah (Imamiah, Ismailiyyah, Zaidiyyah). Semua Mazhab Fiqih itu masih dipakai di berbagai belahan dunia oleh Umat Islam, karena memang semuanya memiliki buku rujukan yang dilestarikan.

Selain itu, banyak juga mazhab lain yang tidak sampai pada kita secara lengkap, hanya beberapa pendapat Pendirinya saja yang tersebar di dalam buku-buku Fiqih Ensiklopedi, seperti Bidayatul Mujtahid, Majmu, Mughni, Badai Shanai dan buku-buku Hadis. Kenapa? Karena pengikut mazhab tersebut atau pendirinya tidak meninggalkan tulisan ataupun ada, namun telah musnah dan tidak sampai pada kita. Sehingga yang banyak dipakai adalah 4 mazhab, karena 4 mazhab itu yang paling banyak dikaji dan memiliki banyak warisan buku serta pemikiran ulama-ulamanya.

Contoh mazhab yang tidak sampai pada kita, namun suatu ketika pada zaman dulu pernah menjadi mazhab Negara, seperti Mazhab Imam Auzai yang pernah dipakai di Negeri Sham selama bertahun-tahun. Mazhab Dhahiri, yang pernah menjadi Mazhab resmi di Andalusia selama bertahun-tahun. Dan lainnya seperti mazhab Imam Laits bin Saad, imam Ibnu Abi Layla, Imam Abu Thor, Imam Sofyan Thaury. Namun sayang, tidak terkodifikasi.

Pertanyaannya, apakah kita boleh mengikuti pendapat salah satu Imam yang tidak dikodifikasi pendapat-pendapatnya seperti mazhab lain?

Sebenarnya, Ulama-ulama tersebut tidak lebih kurang kemampuannya dari Ulama pendiri mazhab 4 yang kita kenal sekarang, apabila kita menemukan pendapat salah satu Imam tersebut di dalam buku-buku di atas, maka apabila bisa dipastikan pendapat tersebut adalah benar mereka yang katakan, ya sah-sah saja kita mengikutinya. Bagaimana tidak, Imam Auzai itu dikenal sebagai Imam Ahlu Sham, Imam Lits bin Saad dikenal sebagai Imam Diyar Masriyyah.

Terus, ada pertanyaan lagi, apakah kita wajib mengikuti mazhab itu? bukankah kita wajib ikut KItab dan Sunnah?
Benar, kita wajib mengambil Syariah Allah dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, ini adalah hukum dasar. Namun, dalam prakteknya, apabila seorang muslim tidak sempat belajar Quran dan Hadis, tidak sempat mempelajari cara memahami dan konklusi Hukum daari Kitab dan Sunnah, maka muslim tersebut tergolong dalam Firman Allah dalam surah Al Nahl ayat 43…” Maka bertanyalah kepada “ahlu zikri” apabila kamu tidak mengetahui”. Semua ahli Tafsir sepakat bahwa Ahlu Zikri itu adalah Ulama atau Ahli dalam bidangnya.

Misalnya seorang Muslim, kerjanya sehari-hari bertani, tidak sempat belajar detail Kitab dan Sunnah, bahkan mungkin membaca Quran saja tidak bisa, bagaimana mungkin kita suruh dia untuk mengambil Hukum Syariah untuk Ibadah dan Muamalahnya langsung dari Kitab dan Sunnah!

Ada 4 mazhab yang sampai ke kita dengan lengkap, apakah ada beda antara satu mazhab dengan yang lain? Jawaban singkat Imam Bushiry “Semua mazhab itu menimba dari Rasulullah…”.

Kalau kita mengikuti sebuah mazhab, apakah harus mengikuti mazhab itu sampai kita mati? Atau bisa pindah ke mazhab kedua? Ketiga?

Jawabannya, Kalau mau mengikuti salah satunya silahkan, kalau mau pindah-pindah juga silahkan, karena mereka semua termasuk “ahlu zikri” yang disebut dalam surat Al Nahl ayat 43. Seperti halnya para Sahabat Rasulullah, terkadang mengikuti Sahabat Ibnu Abbas hari ini, besok mengikuti sahabat Zaid bin Tsabit, dan seterusnya.

Kalau kita di Indonesia, mungkin lazimnya bermazhab Syafii, namun suatu ketika saya terpaksa mengikuti pendapat Imam Hanafi atau Imam Malik, apakah boleh demikian?

Sekali lagi boleh, dengan syarat kita mengetahui pendapat mazhab yang kita ikuti, sehingga tidak mencampuradukkan pendapat para Ulama Mazhab dalam sebuah kasus yang pada akhirnya amalan yang kita lakukan menajdi sebuah amalan baru, dimana ketika dikaji ulang, ternyata tidak satu mazhabpun mengatakan demikian.

Seorang laki-laki sakit, dia pergi ke dokter, dan dokterpun memeriksa penyakitnya, kemudian memberikan obat untuk diminum 3 kali sehari. Kemudian, dia pergi ke dokter lain dengan keluhan lain, dokter keduapun memeriksa dan memberikan obat lainnya. Sampai di rumah, laki-laki itu mencampur semua obat dari kedua dokter dan meminumnya sekalian. Dengan tindakannya itu, otomatis dia tidak mengikuti dokter pertama, tidak juga dokter kedua. Inilah yang namanya Talfiq yang dilarang.

(Majelis ke-28 Tarikh Tasyri di Masjid Iman oleh Sheikh Buty Rahimahullah)
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

1 comments :