ASY'ARIYYAH AW MATURUDIYYAH DALAM I'TIQOD | SALAH SATU DARIPADA EMPAT MADZHAB DALAM FIQIH | BERTARIQAT DALAM TASAWUF

Friday, August 28, 2015

Mereka dalam Memaknai Ayat-Ayat Mutasyabihat

Foto: Sayyid Ahmad Siddiq al-ghumari(abang-kiri)
dan Sayyid Abdullah al-Ghumari (kanan)
Al-Hafizh Ahmad bin Muhammad bin al-Shiddiq al-Ghumari al-Hasani adalah ulama ahli hadits yang menyandang gelar al-hafizh.

Ia memiliki kisah perdebatan yang sangat menarik dengan kaum yang menentang bahwa "Allah tidak bertempat dan berarah". Dalam kitabnya, Ju’nat al-’Aththar, sebuah autobiografi yang melaporkan perjalanan hidupnya, beliau mencatat kisah berikut ini.

“Pada tahun 1356 H ketika saya menunaikan ibadah haji, saya berkumpul dengan tiga orang ulama dari kaum tersebut di rumah Syaikh Abdullah al-Shani’ di Mekkah yang juga ulama dari kaum tersebut dari Najd.

Dalam pembicaraan itu, mereka menampilkan seolah-olah mereka ahli hadits, amaliahnya sesuai dengan hadits dan anti taklid. Tanpa terasa, pembicaraan pun masuk pada soal penetapan ketinggian tempat Allah subhanahu wa ta‘ala dan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala itu ada di atas ‘Arasy sesuai dengan ideologi mereka.

Mereka menyebutkan beberapa ayat al-Qur’an yang secara literal (zhahir) mengarah pada pengertian bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala itu ada di atas ‘Arasy sesuai keyakinan mereka.

Akhirnya saya (al-Ghumari) berkata kepada mereka: “Apakah ayat-ayat yang Anda sebutkan tadi termasuk bagian dari al-Qur’an?”

Mereka menjawab: “Ya.”

Saya berkata: “Apakah meyakini apa yang menjadi maksud ayat-ayat tersebut dihukumi wajib?”

Mereka menjawab: “Ya.”

Saya berkata: “Bagaimana dengan firman Allah subhanahu wa ta‘ala:

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَمَا كُنْتُمْ. (الحديد : ٤).

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.” (QS. al-Hadid : 4).

Apakah ini termasuk al-Qur’an?”

Mereka menjawab: “Ya, termasuk al-Qur’an.”

Saya berkata: “Bagaimana dengan firman Allah subhanahu wa ta‘ala:

مَا يَكُوْنُ مِنْ نَجْوَى ثَلاَثَةٍ إِلاَّ وَهُوَ رَابِعُهُمْ. (المجادلة : ٧).

“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya….” (QS. al-Mujadilah : 7).

Apakah ayat ini termasuk al-Qur’an juga?”

Mereka menjawab: “Ya, termasuk al-Qur’an.”

Saya berkata: “(Kedua ayat ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala tidak ada di langit). Mengapa Anda menganggap ayat-ayat yang Anda sebutkan tadi yang menurut asumsi Anda menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala ada di langit lebih utama untuk diyakini dari pada kedua ayat yang saya sebutkan yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala tidak ada di langit?

Padahal kesemuanya juga dari Allah subhanahu wa ta‘ala?”

Mereka itu menjawab: “Imam Ahmad mengatakan demikian.”

Saya berkata kepada mereka: “Mengapa kalian taklid kepada Ahmad dan tidak mengikuti dalil?”

Tiga ulama Wahhabi itu pun terbungkam. Tak satu kalimat pun keluar dari mulut mereka. Sebenarnya saya menunggu jawaban mereka, bahwa ayat-ayat yang saya sebutkan tadi harus dita’wil, sementara ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala ada di langit tidak boleh dita’wil.

Seandainya mereka menjawab demikian, tentu saja saya akan bertanya kepada mereka, siapa yang mewajibkan menta’wil ayat-ayat yang saya sebutkan dan melarang menta’wil ayat-ayat yang kalian sebutkan tadi?

Seandainya mereka mengklaim adanya ijma’ ulama yang mengharuskan menta’wil ayat-ayat yang saya sebutkan tadi, tentu saja saya akan menceritakan kepada mereka informasi beberapa ulama seperti al-Hafizh Ibn Hajar tentang ijma’ ulama salaf untuk tidak menta’wil semua ayat-ayat sifat dalam al-Qur’an, bahkan yang wajib harus mengikuti pendekatan tafwidh (menyerahkan pengertiannya kepada Allah subhanahu wa ta‘ala).”

Demikian kisah al-Imam al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari dengan tiga ulama terhebat kaum yang meyakini bahwa "Allah swt ada di atas ‘Arasy".
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

0 comments :

Post a Comment