ASY'ARIYYAH AW MATURUDIYYAH DALAM I'TIQOD | SALAH SATU DARIPADA EMPAT MADZHAB DALAM FIQIH | BERTARIQAT DALAM TASAWUF

Haul Habib Munzir al-Musawa di Masjid at-Taubah, Kalibata, 23 Agustus 2015

Syekh Ali Jabeer: "Alhamdulillah dapat bershilaturrahim hadir memenuhi undangan Acara Haul Habib Munzir Al-Musawa."

Haul Habib Munzir al-Musawa di Masjid at-Taubah, Kalibata, 23 Agustus 2015

Syekh Ali Jabeer: "Alhamdulillah dapat bershilaturrahim hadir memenuhi undangan Acara Haul Habib Munzir Al-Musawa."

Haul Habib Munzir al-Musawa di Masjid at-Taubah, Kalibata, 23 Agustus 2015

Syekh Ali Jabeer: "Banyak kebaikan Habib Munzir untuk umat dan persatuan umat. Semoga kita bisa melanjutkan perjuangan beliau dan menghidupkan Sunnah Rasulullah SAW"

Haul Habib Munzir al-Musawa di Masjid at-Taubah, Kalibata, 23 Agustus 2015

Syekh Ali Jabeer: "Banyak kebaikan Habib Munzir untuk umat dan persatuan umat. Semoga kita bisa melanjutkan perjuangan beliau dan menghidupkan Sunnah Rasulullah SAW"

muktamar tasawuf sedunia di Chechnya.

Habib Sholeh Aljufri bersama guru mulia Alhabib Umar bin Hafidz, Mufti Mesir Syiekh Shauki dan ulama2 dari Beirut, Syiria dll

Habib Ali alJufri dan Guru Beliu, Syeikh Maliki

Habib Ali al-Jufriy: "Ketika aku mendengar orang berbicara atas nama Islam dengan bahasa yang kasar dan caci-maki, aku bersyukur kepada Allah tidak memahami Islam lewat lisan mereka."

25yyTB_kiZg

Sunday, August 30, 2015

Adakah Mazhab Salaf?

Kerancuan Istilah Salaf

Istilah 'salaf' artinya adalah sesuatu yang lampau atau terdahulu. Terjemahan salaf dalam bahasa Indonesia bisa bermacam-macam, seperti lampau, kuno, konservatif, konvensional, ortodhox, klasik, antik, dan seterusnya.

Kalau kita lihat dari sisi ilmu hukum dan syariah, istilah salaf sebenarnya bukan nama yang baku untuk menamakan sebuah medote istimbath hukum. Istilah salaf hanya menunjukkan keterangan tentang sebuah kurun waktu di zaman yang sudah lampau.

Saturday, August 29, 2015

Hakikat "tidak bermadzhab" adalah Bermadzhab dengan Madzhab bikinan Sendiri atau setidaknya Madzhab bikinan Gurunya.


Pada dasarnya setiap muslim tidak pernah bisa dilepaskan dari mazhab. Sebab mazhab pada dasarnya adalah hasil ijtihad atas apa yang dipahami dari sumber agama, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Setiap orang yang menjalankan perintah-perintah Allah di dalam Al-Quran dan perintah-perintah yang lebih detail di dalam As-Sunnah, sudah pasti dia bermazhab. Setidaknya mazhab gurunya, dimana si guru itu mengajarkan hukum-hukum yang terdapat pada sumber agama itu.

Friday, August 28, 2015

Mana Yang Boleh Berbeda dan Mana Yang Tidak Boleh Berbeda


Kalau kita buka literasi-literasi fiqih dari lintas madzhab yang diakui dalam dunia syariah, kita tidak mungkin bisa mengelak bahwa perbedaan pandangan dalam masalah fiqih adalah sebuah keniscayaan yang tidak mungkin terlepaskan. Dalam satu masalah agama, kita bisa saja menemukan lebih dari 2 pendapat yang pendapat itu tetap diakomodasi oleh para ulama dan tetap dijalan bagi yang mengikutinya.

Namum sayang, ada beberapa saudara-saudara muslim –hampir di seluruh negeri- yang tidak bisa menerima perbedaan itu. Selalu menunjukkan sikap yang ogah dan cendereung menyalahkan mereka yang amalan ibadahnya berbeda dengan apa yang ia amalkan. Menganggap dengan penuh keyakinan bahwa syariah ini adalah satu dan tidak boleh ada perbedaan.

Nasihat Syeikh Sya'rawi kepada seseorang yang berkeinginan membunuh orang-orang di tempat maksiat.



Pernah suatu kali Syekh Sya'rawi berbicara dengan seseorang yang ingin membunuh orang yang sedang melakukan maksiat.


Orang itu berkata. "Syekh, menurut saya orang-orang itu berada dalam maksiat, (mereka sedang berada) di dalam tempat yang banyak khamar. Saya rasa mereka harus diberi hukuman."


Syekh Sya'rawi berkata, "Lalu apa yang akan kamu perbuat?"

"Saya akan meledakkan bom bunuh diri di tempat mereka dan tentunya hal itu akan menyelesaikan semua permasalahan ini."

Mereka dalam Memaknai Ayat-Ayat Mutasyabihat

Foto: Sayyid Ahmad Siddiq al-ghumari(abang-kiri)
dan Sayyid Abdullah al-Ghumari (kanan)
Al-Hafizh Ahmad bin Muhammad bin al-Shiddiq al-Ghumari al-Hasani adalah ulama ahli hadits yang menyandang gelar al-hafizh.

Ia memiliki kisah perdebatan yang sangat menarik dengan kaum yang menentang bahwa "Allah tidak bertempat dan berarah". Dalam kitabnya, Ju’nat al-’Aththar, sebuah autobiografi yang melaporkan perjalanan hidupnya, beliau mencatat kisah berikut ini.

“Pada tahun 1356 H ketika saya menunaikan ibadah haji, saya berkumpul dengan tiga orang ulama dari kaum tersebut di rumah Syaikh Abdullah al-Shani’ di Mekkah yang juga ulama dari kaum tersebut dari Najd.

Kenapa ziarah makam Auliya?

Ada yang bertanya: “Kenapa ziarah maqam Auliya’? Sedangkan mereka tiada memberi kuasa apa-apa dan tempat meminta hanya pada Allah!”

Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz menjawab:

“Benar wahai saudaraku aku juga sama pegangan denganmu bahwa mereka tiada mempunyai kekuasaan apa-apa.

Syeikh AlButhy: Amalan Bathin Rahasia Sukses Amalan Lahir

Syeikh Said Muhammad Ramadhan alButhy
Suatu ketika, almarhum sheikhna Al Buty membesuk salah satu sahabatnya yang baru saja dioperasi, sahabatnya itu berkata, “Saya sangat menyayangkan waktu anda yang sangat berharga harus terbuang untuk membesuk saya, karena waktu anda adalah milik umat”.

Dengan senyum sheikhna Al Buty menjawab, “ Ada dua jenis amalan dalam hidup kita, amalan lahir dan amalan batin, keduanya saling membutuhan, tak terpisahkan. Semua pengajian, perkuliahan, seminar yang saya berikan, serta semua buku yang saya karang, itu adalah amalan lahir...

Thursday, August 27, 2015

Kiat Mudah Mengenali Ciri Ulama

Foto: Ustadz Ahmad Sarwat bersama Habib Ali bin
Abdurrahman al Habsyi, Tebet
(sumber: fp ahmad sarwat).
Salah satu ciri yang selalu terdapat pada sosok seorang ulama adalah punya guru yang cukup banyak. Lihat saja biografi para ulama, selalu ada lusinan, puluhan bahkan ratusan guru yang memang pakar di bidangnya, meski mungkin berbeda mazhabnya.
Al-Imam Asy-Syafi'i contohnya, beliau pernah berguru kepada Al-Imam Malik, mufti paling senior di Madinah. Namun beliau juga pernah berguru kepada tokoh-tokoh senior mazhab Hanafi

Tentu saja yang namanya guru pasti selalu dihormati. Dan seorang murid yang baik adalah murid yang tidak pernah melupakan rasa hormat kepada gurunya. Sebab atas jasa guru lah kita jadi orang yang berilmu.

Bila Kitab Bulughul Maram disyarahkan/dijelaskan oleh Mereka yang justru menentang Madzhab Si Penyusun Kitab.

Foto: Ustadz Ahmad Sarwat bersama Habib Ali bin
Abdurrahman al Habsyi, Tebet
(sumber: fp ahmad sarwat).
Salah satu tragedi besar yang menimpa kitab turats warisan para ulama salaf adalah Bulughul Maram. Sebuah kitab ringkas terdiri 1500 an hadits hadits hukum.

Kitab ini disusun oleh ahli hadits senior kenamaan sekaligus juga ahli fiqih. Beliau adalah Alhafidz Ibnu Hajar AsAsqalani.

Dimana-mana banyak orang orang pakai kitab beliau ini, baik di pengajian majelis taklim, kampus, majelis para ulama dan juga para santri di berbagai pesantren.

Kitab ini juga banyak diberi syarah (penjelasan) dan juga diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia.

Lalu dimana tragedinya?

menjadikan kaidah fiqih: segala sesuatu yang Nabi s.a.w tidak kerjakan itu adalah perkara yang haram

Masif sekali beredar di kalangan masyarakat baik terpelajar atau pun juga tidak (dalam hal ini masalah syariah) terkait kaidah yang menyebutkan bahwa segala sesuatu yang Nabi s.a.w tidak kerjakan itu adalah perkara yang haram. Ini yang masyhur. Maka perlu ada pembahasan terkait ini, apakah memang demikian. Apakah memang benar apa yang ditinggalkan Nabi s.a.w atau Nabi s.a.w tidak mengerjakan itu berarti haram dan terlarang untuk dilakukan? Untuk itu penting untuk dijelaskan terlebih dahulu adalah hakikat ‘meninggalkan’ itu.


Dalam bahasa Arab, meninggalkan disebut dengan al-Tarku [الترك], yang secara bahasa memang mempunyai arti meninggalkan. Sedangkan al-Tarku [الترك] dalam pembahasan kita berarti “Meninggalkannya Nabi s.a.w suatu pekerjaan tanpa ada keterangan bahwa beliau melarangnya, baik secara lisan atau juga dengan isyarat serta pernyataannya.”

Wednesday, August 26, 2015

Rantai Silsilah Guru (Sanad) Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki kepada 4 Imam Madzhab.



Sanad Guru Sayyid Muhammad al Maliki kepada IMAM HANAFI

  1. dari-Syekh muhammad zakaria alkandahlawi (Syaikhul Hadits) dan syekh muhammad idris
  2. keduanya, dari-kholil al sahhar nafuri
  3. dari-abdul ghoni bin abi saed al dahlawi al hanafi 
  4. dari-muhammad abid alhanafi 
  5. dari-yusuf bin muhammad al hanafi 
  6. dari-ayahnya muhammad bin alauddin al mazjaji alhanafi 
  7. dari-ayahnya alauddin bin muhammad 
  8. dari-hasan bim ali al ujaimi alhanafi 
  9. dari-khoiruddin al romly alhanafi 
  10. dari-muhammad bin siraj al hanuti alhanafi 
  11. dari-ahmad bin syabli alhanafi 
  12. dari-ibrahim alkarky alhanafi 
  13. dari-aminuddin yahya bin muhammad al aqsarani alhanafi 
  14. dari-muhammad bin muhammad albukhori alhanafi 
  15. dari-hafidzuddin muhammad bin muhammad bin ali al thohiri alhanafi 
  16. dari-shodrussyariah ubaidillah bin mas ud alhanafi 
  17. dari-mbahnya tajussyariah mahmud alhanafi 
  18. dari-ayahnya shodrussyariah ahmad ibnulhanafi 
  19. dari-abi jamaluddin ubaidillah bin ibrahim almahbubi alhanafi 
  20. dari-muhammad bin abi bakar al bukhori 
  21. dari-abil fadhoil syamsyul aimmah abi bakar muhammad alzaranjari alhanafi 
  22. dari-syamsyul aimmah abdul aziz ahmad al hilwani alhanafi 
  23. dari-abi ali al khodir bin ali al nasafi alhanafi 
  24. dari-abi bakar muhammad bin fadhl al bukhori alhanafi 
  25. dari-alustadz abdullah bim muhammad alharist alhanafi 
  26. dari-abi hafsusshoghir muhammad alhanafi 
  27. dari-ayahnya abi hafsh alkabir ahmad bin hafsh albukhori alhanafi 
  28. dari-muhammad bin hasan al syaibani alhanafi 
  29. dari-AL IMAM ABI HANIFAH dari-IKRIMAH dari-IBNU ABBAS dari-BAGINDA NABI MUHAMMAD SHALLAHU ALAIHI WASALLAM

Manaqib As-Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani

as Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani
Sejarah Ringkas
As-Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani
 (Rahmatullahi Alaih)
Oleh muridnya: Fakhruddin Owaisi Al-Madani
Terjemahan : Syed Abdul Kadir Aljoofre


Pendahuluan
As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki adalah salah seorang ulamak Islam yang terutama desawarsa ini tanpa ragu lagi, ulamak yang paling dihormati dan dicintai di kota suci Makkah.

Beliau merupakan keturunan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam, penghulu Ahlil Bait, Imam Hadis di zaman kita, pemimpin keempat-empat mazhab, ketua rohani yang paling berkaliber, pendakwah ke jalan Allah, seorang yang tidak goyah dengan pegangannya di dunia ilmiah Islam turath. Menziarahi beliau merupakan suatu kemestian kepada para ulamak yang menziarahi Makkah.

Nasihat Al Habib Abu Bakar kepada Shabab Dakwah

Habib Abu Bakar alMasyhur
Sekarang saya sedang menziarahi keseluruh pelusuk Malaysia, sedang saya masih berada dalam kesakitan, namun saya masih bersemangat untuk fokus kepada pemuda-pemuda yg bergiat dengan dakwah. Saya mahu pemuda kita keluar dari sikap persempadanan, "ini pelajar Al Habib Umar, yang ini pelajar Al Habib Abu Bakar, yang ini pelajar Al Habib Salim As Syatiri, yang ini pula pelajar Al Habib Muhammad Alwi Al Maliki." Setiap dari mereka ini saling berlumba-lumba di antara satu sama lain. Masing-masing telah besarkan serban mereka, besarkan syal mereka. Seolah-olah mereka itu kerbau yg saling mahu menanduk di antara satu sama lain. Dan tidak mahu duduk bersama, baik di tepi mahupun di hadapan. Mereka juga tidak akan bercakap di antara satu sama lain. Ini maqam saya!!! Ini kedudukan saya!!! Kalian semua seperti berpuak dan berparti. Kamu juga sama seperti pertelingkahan parti di zaman ini. Masing-masing gila kuasa. Barangkali satu masa nanti agama juga akan jadi seperti pilihanraya. Tiada yg akan menaiki mimbar untuk berkhutbah melainkan yg paling banyak undinya. Tiada yg akan mengimami solat melainkan lelaki yg telah terpilih dalam pilihanraya. Apa ini semua!!!!?

Kedekatan hubungan antara Maulana Zakariyya al Khandlawi dan Muridnya, Syeikh Muhammad Alawi al Maliki

Surat Syekh Muhammad al-Maliki, Makkah kepada
Gurunya Maulana Zakariyyya al-Khandlawi, India
Foto tersebut adalah Surat dari Al Allamah Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki r.h kepada Ulama’ besar hadith, Sheikhul Hadith Maulana Muhammad Zakariyya Al Kahdahlawi r.h. iaitu Penyusun Ayat-Ayat Manzil & Kitab Fadhail Amal. : –

Makna Ucapan Imam asy-Syafi'i: "kalau haditsnya shahih, maka ini adalah madzhabku!"

Beberapa orang –entah sejak kapan- sering sekali mengaku kalau pendapat fiqih yang ia pegang itu ialah pendapatnya madzhab al-Syafi’iiyah tapi nyatanya sama sekali pendapat itu kita tidak temukan itu di buku-buku fiqih madzhab Imam al-Syafi’i, sama sekali tidak ada. Akhirnya malah menyalahi pendapat madzhab.

Jadi kalau ditanya tentang pendapatnya tersebut, ia menjawab dengan lugas: “ini pendapat Imam al-Syafi’i, loch!”.


Memahami Pengertian Dalil Secara Sempit

“Haditsnya kan shahih, ya sudah ikut saja, ustadz”.
Pernyataan diatas bisa benar bisa salah. Benar; karena memang hampir semua ulama sejak zaman dahulu pasti menjunjung tinggi hadits Nabi. Salah; karena telah mempersempit pengertian dalil hanya pada shahih tidaknya hadits saja.


Hanya saja sayangnya pernyataan itu sekarang sering kita temui dari para awam agama, seolah ada model ushul fiqih baru; ushul fiqih cukup hadits shahih.

Tuesday, August 25, 2015

Apakah maksud "Islam akan kembali ASING"?


sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

"Islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka thuuba (beruntunglah) orang-orang yang asing." (HR Muslim).

Sebagian pihak turut menjadikan hadith Ghuraba’ ini dalam menolak konsep As-Sawad Al-A’zhom sebagai majoritas ulama Islam sejak zaman ke zaman, padahal hadith Ghuraba’ menceritakan tentang kurangnya dari kalangan masyarakat Islam sendiri yang mengamalkan agama Islam secara sempurna walaupun ketika itu mereka sudah banyak. itu sama sekali tidak bertentangan dengan majoritas para ulama’ yang masih berpegang kepada manhaj dan asas kebenaran dalam agama.

Apakah Maksud "menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi, akan menyesatkanmu dari jalan Allah"?


firman Allah s.w.t.:

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ

Maksudnya: “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Surah al-An’am, 6: 116)

Penolakan konsep majoriti ulama’ Islam sebagai As-Sawad Al-A’zhom dengan ayat ini adalah suatu Istidlal yang rosak (fasid) kerana konteks ayat ini tidak ada kaitan dengan konsep “majoriti ulama’ Islam” sebagai As-Sawad Al-A’zhom yang telah disebutkan. Ayat ini ditujukan kepada kebanyakan manusia di muka bumi yang sesat dan tidak mengikut kebenaran Islam sama sekali (iaitulah orang-orang kafir).

Apakah maksud mengikuti golongan mayoritas (as-Sawad al-A’zhom)?


Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

لا يجمع الله هذه الأمة على الضلالة أبدا…يد الله على الجماعة فاتبعوا السواد الأعظم فإنه من شذ شذ في النار

Maksudnya: “Allah Tidak akan mengumpulkan umat ini dalam kesesatan selama-lamanya. Yadd (bantuan) Allah di atas Al-Jamaah. Maka ikutilah As-Sawad Al-A’zhom kerana barang siapa yang syaz (terasing) berarti terasing dalam neraka.” [Hadith riwayat At-Tirmizi, Al-Hakim (no:358), At-Tabrani (Al-Mu’jam Al-Kabir: no: 13461), Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ wa As-Sifat dan sebagainya]

Imam Asy Syatibi dalam kitabnya Al-I’thisham menjelaskan bahwa:

وذلك أن الجميع اتفقوا على اعتبار أهل العلم والاجتهاد، وسواء ضموا إليهم العوام أم لا، فإن لم يُضَمُّوا إليهم فلا إشكال أن الاعتبار إنما هو بالسواد الأعظم من العلماء المعتبر اجتهادهم، فمن شذَّ عنهم فمات فميتته جاهلية، وإن ضموا إليهم العوام فبحكم التبع لأنهم غير عارفين بالشريعة، فلابد من رجوعهم في دينهم إلى العلماء فإنهم لو تمالؤا على مخالفة العلماء فيما حدُّوا لهم لكانوا هم الغالب، والسواد الأعظم في ظاهر الأمر، لقلة العلماء وكثرة الجهال، فلا يقول أحد: أنّ اتباع جماعة العوام هو المطلوب، وأن العلماء هم المفارقون للجماعة والمذمومون في الحديث، بل الأمر بالعكس، وإن العلماء هم السواد الأعظم وإن قلوا، والعوام هم المفارقون للجماعة إن خالفوا، فإن وافقوا فهو الواجب عليهم

al Jama'ah yaitu As-Sawad Al-A’dzhom


Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

لا يجمع الله هذه الأمة على الضلالة أبدا…يد الله على الجماعة فاتبعوا السواد الأعظم فإنه من شذ شذ في النار

Maksudnya: “Allah Tidak akan mengumpulkan umat ini dalam kesesatan selama-lamanya. Yadd (bantuan) Allah di atas Al-Jamaah. Maka ikutilah As-Sawad Al-A’zhom kerana barang siapa yang syaz (terasing) berarti terasing dalam neraka.” [Hadith riwayat At-Tirmizi, Al-Hakim (no:358), At-Tabrani (Al-Mu’jam Al-Kabir: no: 13461), Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ wa As-Sifat dan sebagainya]

Pentingnya Bermadzhab

Syeikh Dr. Amru Wardani, Ulama al Azhar.

Anti-Madzhab berkata: kamu bermazhab kerana kamu seorang yg taksub!

Syeikh Dr. Amru Wardani menjawab: Tidak! saya bukan taksub. Saya berlindung dgn Allah drpd sifat taksub. Saya bermazhab hanyasanya kerana saya lihat bahwa mazhab-mazhab fiqih semuanya:

Bermadzhab, Untuk Apa?

Ketika kita mem bicarakan madzhab-madzhab fiqih, sejatinya kita tidak hanya membicarakan Imam Abu Hanifah sendiri, juga tidak Imam Mailk bin Anas sendirian sebagai “Founder” madzhab al-Malikiyah, tidak juga membicarakan Imam al-Syafi’i sendiri saja, dan bukan juga kita membicarakan fatwa-fatwa Imam Ahmad saja sebagai “ikon” madzhab al-Hanabilah.


Akan tetapi, bukan beliau-beliau yang kita bicarakan, melainkan kita sedang membicarakan sebuah institusi besar yang diampuh oleh orang-orang dengan keilmuan luas yang mumpuni dalam bidang syariah dan hukum, serta tentara-tentara akademisi yang militant dalam melakukan penelitian hukum serta menggali illah dan hikam dari setiap hukum dan dalil yang ada, baik itu ayat atau juga hadits.

Monday, August 24, 2015

Dialog al Bani dengan al Bhuti tentang Madzhab, Ijtihad, dan Taqlid.

Syeikh Muhammad Ramadhan al-Buthi dalam bukunya "al-Lamadzhabiyyah Akhtharu Bid'ah Tuhaddidu asy-Sya'riah al-Islamiyyah" atau jika diterjamahkan akan berbunyi "Paham Anti-Madzhab: Bid'ah yang paling Berbahaya/Serius Mengancam Syari'at Islam" pada bab tersendiri, Syeikh Muhammad Ramadhan al-Buthi menuliskan rangkaian perdebatan Beliau dengan seorang tokoh penganjur Anti-Madzhab yang bernana Nasiruddin al-Bani, yang sama-sama tinggal di Syiria.

Dalam bab tersebut Syeikh Dr. al-Buthi menyampaikan bahwa "Dalam bab ini saya tidak menuliskan perkataan yang mengada-ada dan tuduhan (palsu) terhadap seseorang. Saya tidak memakai satu kalimat pun yang muncul dari imajinasi atau khayalan. Ini sekaligus kritik kepada orang yang menyangka bahwa kami sudah mengubah dan mengganti (isi perdebatan itu). Seandainya saja rasa takut kepada Allah Swt tidak mencegah kami melakukan hal itu, maka persaksian kurang lebih sepuluh orang saksi-yang melihat dengan mata kepala mereka dan mendengar dengan telinga mereka-tentu akan mencegah kami.

Tarikh Tasyri: Cara Bermadzhab dalam Menjalankan Syari'at Islam

foto: Syeikh Muhammad Said Ramadhan alButhi.
Kalau berbicara tentang Mazhab Fiqih, yang saat ini masih dipakai ada beberapa, antara lain 4 mazhab fiqh Sunni (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali), beberapa mazhab fiqih Ibadhiyah (Sisa Khawarij, ada di Oman, Maroko, Aljazair), Mazhab fiqih Syiah (Imamiah, Ismailiyyah, Zaidiyyah). Semua Mazhab Fiqih itu masih dipakai di berbagai belahan dunia oleh Umat Islam, karena memang semuanya memiliki buku rujukan yang dilestarikan.

Selain itu, banyak juga mazhab lain yang tidak sampai pada kita secara lengkap, hanya beberapa pendapat Pendirinya saja yang tersebar di dalam buku-buku Fiqih Ensiklopedi, seperti Bidayatul Mujtahid, Majmu, Mughni, Badai Shanai dan buku-buku Hadis. Kenapa? Karena pengikut mazhab tersebut atau pendirinya tidak meninggalkan tulisan ataupun ada, namun telah musnah dan tidak sampai pada kita. Sehingga yang banyak dipakai adalah 4 mazhab, karena 4 mazhab itu yang paling banyak dikaji dan memiliki banyak warisan buku serta pemikiran ulama-ulamanya.

Sunday, August 23, 2015

Akhlak Antara Guru dan Murid

foto: (dari kiri) Syeikh Muhammad Said Ramadhan alButhi
dan Habib Ali al-Jufri.
Suatu ketika di musim panas tahun 2009, Habib Ali al-Jufri datang ke Damascus, Syiria. Beliau memberikan pengajian selama 3 malam di Masjid Agung Bani Umayyah. Tak ayal lagi, para mahasiswa yang tahu berita itu beramai-ramai menuju ke masjid agung itu untuk mendengar nasehat dari sang habib. Itu pertamakali mereka lihat secara langsung Habib Ali al-Jufri.

Friday, August 21, 2015

Syeikh Mutawalli Asy Sya'rowy saat terbesit rasa ujub dan bangga diri


Suatu ketika Fadhilah Sheikh Sya'rawi semasa hayatnya memberi kuliah di suatu tempat. Setelah selesai kuliah beliau dijemput pulang oleh pemandu peribadinya. 

Sampai di suatu selekoh, Fadhilah Sheikh Sya'rawi menyuruh pemandunya berhenti. Beliau  singgah sebentar di sebuah masjid terpencil. Pemandunya pun kehairanan kerana ketika itu bukan waktu solat.

Nasihat alMusnid alHabib Umar bin Hafidz untuk menjaga pandangan

Almusnid Alhabib Umar Bin Hafidz :

Ikutilah agama dan sunnah Rasulullah SAW. Berapa banyak TV yang berada di rumah-rumah yang telah merusak dan menghilangkan iman kita. Hal itu menjadi salah satu sebab seseorang meninggal dalam keadaan su’ul khotimah. Seperti dikisahkan seseorang yang meninggal ketika melihat gambar-gambar yang penuh maksiat di televisi dalam keadaan hatinya mati. Dan ia menjalani sakaratul maut dengan susah payah.

Adab penuntut ilmu kepada para Ulama

Fenomena Penuntut Ilmu Zaman Sekarang


Wahai anak-anakku, perhatikanlah....


Sadarilah kedudukan kita sangatlah jauh bila dibandingkan dengan para ahli ilmu atau ulama salafunasholih, baik dari kedalaman dan keluasan ilmunya, kedekatan hubungannya dengan Allah swt, kewaraan/kehati-hatiannya, kezuhudannya, atau ketawadhuannya.

Namun, fenomena yang sering terjadi akhir-akhir ini adalah banyaknya penuntut ilmu yang baru mulai belajar ilmu tapi gayanya sudah seperti ahli ilmu. Karena merasa dirinya sebagai ahli ilmu, maka dia mensejajarkan dirinya satu level dengan ahli ilmu atau bahkan lebih tinggi dari ahli ilmu. Tidak heran jika dia mulai mengkritik dan menyalahkan pendapat-pendapat para ulama ahli ilmu. Tidak sekedar mengkritik, bahkan terkadang dia membid’ahkan pendapat para ahli ilmu yang tidak sama dengan pendapatnya.